Jumat, 18 Mei 2012

Alasan Mengapa Anak Perlu Ke Playgroup


Sekarang ini telah banyak bermunculan lembaga pendidikan balita yang dikenal dengan istilah playgroup (kelompok bermain). Tak hanya di kota-kota besar, di desa-desa pun kini playgroup juga sudah gampang ditemukan. Playgroup sesuai dengan namanya, biasanya memberikan aktivitas lebih banyak bermain daripada belajar. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan usia anak-anak yang berkisar antara 2-4 tahun yang waktunya masih banyak digunakan untuk bermain.
Salah satu playgroup yang cukup terkenal dan berpusat di Jogjakarta membagi rentang usia tersebut menjadi dua kelas, yaitu kelas A dan B, masing-masing untuk anak usia 2-3 tahun dan 3-4 tahun. Playgroup tersebut juga memiliki kurikulum yang bagus dan sangat lengkap, bahkan memasukkan pelajaran agama di dalamnya. Dengan begitu tentu saja akan menarik minat para orang tua untuk memasukkan anaknya ke sana.
Jika ditelusuri lebih jauh, apa sebenarnya yang membuat para orang tua berminat memasukkan anaknya ke playgroup dan apa saja yang bisa diharapkan dengan memasukkan buah hati mereka ke lembaga pendidikan pra-TK ini?
Berikut beberapa alasan dari berbagai sumber yang kami temukan.Banyaknya playgroup yang ada sekarang ini tentunya selain menambah referensi juga tak jarang membuat bingung para orang tua. Selain playgorup yang saya singgung di atas, tentu saja banyak playgroup lain yang memiliki keunggulan masing-masing dan juga memasukkan agama dalam kurikulumnya, bahkan sebagian telah terlihat juga dari namanya yang islami. Dengan lengkapnya kurikulum yang ada dalam sebuah playgroup akan membuat para orang tua tidak ragu lagi memasukkan anaknya ke sana.
Kurikulum yang lengkap biasanya menjadi alasan para orang tua memilih playgroup tersebut. Alasan lain yang cukup kuat untuk memasukkan anak ke playgroup adalah agar mereka lebih pandai. Salah seorang ibu di sebuah surat kabar bercerita bahwa niatnya memasukkan anaknya ke playgroup adalah agar anaknya tidak diam saja di rumah, melainkan dapat beraktivitas di luar rumah. Selain itu ia juga ingin agar anaknya seperti anak tetangganya yang sudah mahir berhitung dan membaca koran di usianya yang baru empat tahun.
Memang sebagai orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang pandai, cepat menangkap pelajaran yang diberikan, serta mudah menyerap ilmu. Playgroup dengan berbagai kegiatan belajar sambil bermainnya, otomatis akan merangsang jiwa kreativitas dan memicu anak untuk belajar lebih dini. Tak jarang dalam kurikulum playgroup juga disisipkan kegiatan belajar seperti di TK, yang meliputi berhitung, menulis, menggambar, bahkan bahasa Inggris. Jadi bukan tidak mungkin ketika lulus dari playgroup dan masuk TK, anak akan sudah mahir membaca dan berhitung.
Playgroup juga tak melulu memberikan kegiatan yang menguras kemampuan otak anak. Selain membuat anak agar pintar dalam hal akademisi, tujuan utama playgroup adalah membentuk jiwa sosialisasi anak. Pada setiap kegiatan, guru akan membagi anak-anak menjadi beberapa kelompok kecil, kemudian memberikan mereka sebuah “masalah” untuk dipecahkan. Dengan demikian anak akan terlatih untuk dapat bekerja sama dengan teman-temannya.
Harapan tentu selalu ada pada diri orang tua yang memasukkan anaknya di playgroup. Tentu saja orang tua menharapkan anaknya akan menjadi lebih cepat selangkah dibanding teman-teman sebayanya yang tidak dimasukkan di playgroup. Dalam hal ini, seorang psikolog Anna Surti Ariani menjelaskan bahwa tidak selayaknya memasukkan anak-anak ke playgroup dengan mengusung harapan berupa kemampuan lebih pada si anak. Beliau menganjurkan agar harapan itu lebih kepada menstimulasi perkembangan anak. Sebab, usia tiga tahun adalah masa berkembangnya kemampuan anak, sehingga harus distimulasi.
Playgroup bagi sebagian orang tua merupakan jenjang yang wajib sebelum anak memasuki TK. Namun kadang bagi sebagian yang lain tidaklah demikian. Mereka beranggapan bahwa masuk TK saja sudah cukup, toh jaman para orang tua mereka kecil dulu juga tidak ada yang namanya playgroup. Mungkin bagi yang berpendapat ke dua adalah mereka yang terbentur pada masalah biaya atau bisa jadi memang tidak menghendaki memasukkan anaknya ke playgroup dengan alasan tertentu.
Kalau dilihat lebih jauh, bisa jadi anak yang masuk ke playgroup memang lebih dulu bisa membaca atau berhitung, namun ketika mereka kemudian berkumpul dengan anak lain di TK yang bahkan belum bisa membaca sebelumnya, sepertinya seiring dengan waktu, kedua anak tersebut (yang masuk TK dengan sudah lebih dulu bisa membaca dan yang belum) akan sejajar kemampuannya. Mereka akan sama-sama mahir membaca ketika lulus TK. Dalam hal ini yang menonjol hanyalah masalah siapa lebih dulu, namun akhirnya kemampuan mereka juga akan sama.
Soal biaya yang dipatok oleh playgroup memang berbeda-beda. Dari sebuah sumber dikatakan bahwa salah satu playgroup ada yang mematok harga sekitar 750 ribu sebulan. Tentu saja bagi mereka yang berkemampuan lebih, biaya seebsar itu mungkin tak jadi soal. Apalagi playgroup selalu menjamin perut siswa siswinya tidak akan kelaparan selama mengikuti kegiatan. Biaya yang dibayarkan setiap bulannya biasanya sudah termasuk ongkos makan dan minum serta snack yang diberikan setiap harinya pada jam-jam makan. Namun bagi mereka golongan yang tidak begitu mampu, biaya ini yang sering menjadi ganjalan. Padahal biasanya orang melihat bagus tidaknya kualitas playgroup dari biaya yang dikenakan. Otomatis ketika mencari playgroup yang murah akan menimbulkan banyak pertanyaan, apakah kurikulumnya bagus, apakah nanti ada perubahan pada diri anaknya, lebih cepat membaca, berhitung, dan lain-lain. Akibatnya, bila memasukkan anak ke playgroup yang asal murah, bisa jadi ketika harapan tersebut tidak terpenuhi dan si anak tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan, maka orang tua juga yang akan putus asa.
Terlepas dari harapan orang tua, ada beberapa referensi yang menyebutkan bahwa alasan yang juga melatar belakangi para orang tua memasukkan anaknya ke playgroup adalah karena mereka tak punya cukup waktu untuk bersama anak-anaknya di rumah. Alasan ini mungkin memang pas bila kondisi orang tua dua-duanya bekerja seharian, pagi berangkat kerja, sore baru pulang. Dari kondisi ini, anak otomatis hanya berada di rumah seharian bersama pembantu atau dengan saudara orang tuanya (bila dititipkan). Daripada mereka bersama pembantu yang mungkin kurang tahu dalam hal mendidik anak dan bisa jadi seharian hanya akan melotot di depan televisi, maka orang tua lalu berpikiran untuk memasukkan saja anaknya ke playgroup.
Jika memang kondisinya demikian, playgroup akan lantas berfungsi ganda menjadi taman bermain sekaligus juga sebagai tempat penitipan anak. Padahal usia batita masih sangat membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Andaikan memang keputusan memasukkan ke playgroup adalah pilihan terakhir, diharapkan para orang tua (terutama ibu) tidak lantas melepas tanggung jawab begitu saja. Ibu tetaplah sebagai madrasah pertama bagi buah hatinya. Ia seharunya yang menjadi guru sekaligus pendidik bagi putra-putrinya. Walaupun sesiangan si anak berada di playgroup, maka sebisa mungkin ibu tetap menyisihkan waktu (lebih tepatnya mencari waktu lebih banyak) untuk buah hatinya dalam rangka mendidik dan memberikan kasih sayang yang optimal kepada mereka. Karena memang itulah tugas utama seorang ibu, mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Sebagus apa pun playgroup yang dimasuki si anak, jika ibu cuek dan berlepas diri dari tanggung jawabnya selaku pendidik, bisa jadi memasukkan anak ke playgroup tidak akan berguna sama sekali.
Sumber : http://umisyifa.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar